Recent Post

Minggu, 03 November 2019

Bookless Library dan Makerspace: Selayang Pandang Perpustakaan Masa Depan


(sumber gambar: en.wikipedia.org)

Saya memposting tulisan ini dengan maksud untuk memberikan stimulant mengenai perpustakaan masa depan. Tujuannya agar pikiran kita tidak hanya stagnan di masa kini atau bahkan masa lalu (Yaah karena mengenang masa lalu itu berat lhur, apalagi kalau ujung-ujung nya “mantan”, beeeeeeeh).

Pada tulisan-tulisan sebelumnya saya lebih banyak menggambarkan keadaan perpustakaan yang ideal pada masa kini. So, apakah kita hanya akan hidup pada masa kini saja?, Tidak kan...!!!, siap tidak siap suka tidak suka kita tengah menuju masa depan. Dan apa yang sudah kita persiapkan untuk menuju masa depan tersebut?. Jangan menjawab dengan jawaban “lihat sikon”, “ngalir aja”, atau bahkan “tidak tahu” (tak Sledding nek jawabanmu kayak gitu -_-).

Masa depan bukanlah sebuah kebetulan. Masa depan adalah perencanaan. Apa yang kita rencanakan dan persiapkan sekarang ini ya itulah masa depan.

Btw pembahasan yang saya post di bawah adalah salah satu tulisan saya yang saya kirimkan untuk mengikuti lomba opini dengan tema "Perpustakaan Masa Depan". Dan alhamdulillahnya tulisan itu gagal keluar jadi finalis. Sesuai dengan tulisan saya pada blog Umam Scrip dengan judul  "Tulisan ke-19 ~ Saat kita GAGAL dalam menulisJadi kan tulisan di bawah ini gagal masuk nominasi jadi bisa saya post di sini deh :D, sebagai bahan sharing pada teman-teman PemustaKawan.





berikut adalah pembahasannya. 

Bookless Libraries: Makerspace-nya Kawula Milenial

Oleh: Khabibul Umam
umamkhabibulmade@gmail.com

Era disrupsi yang muncul akibat perkembangan teknologi informasi memberikan dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia mengalami perubahan akibat era disrupsi tersebut. Demikian juga yang terjadi di perpustakaan. Jika dulu kita hanya bisa mengakses perpustakaan saat kita berkunjung ke perpustakaan, di era digital sekarang ini kita bisa mengakses perpustakaan dari manapun, kapanpun, dan dimanapun. Baik melakukan pemesanan koleksi, perpanjangan mandiri, bahkan pada digital library peminjaman koleksi dapat dilakukan via online.
Tidak hanya layanan, koleksi perpustakaan, bahkan pola struktur keorganisasian perpustakaan juga mengalami pergeseran dari manual beralih ke digital. Maka, jangan kaget apabila ada sebuah ruang atau area yang tidak ada bukunya sama sekali namun disebut perpustakaan. Yap. Bisa jadi perpustakaan tersebut mengusung konsep Bookless Library. Dikutip dari en.wikipedia (Bookless library, 2019), “Bookless libraries are public, academic and school libraries that do not have any printed books.”. Bookless Libraries diartikan dengan perpustakaan publik, perpustakaan akademik, atau perpustakaan sekolah yang tidak memiliki koleksi buku cetak. Koleksi cetak perpustakaan digantikan dengan koleksi digital yang disimpan dalam komputer yang disedikan di ruang perpustakaan. Dengan demikian, ruang yang dulunya digunakan untuk meletakkan buku-buku cetak akan kosongkan dan diisi dengan beberapa komputer saja.
Jika semua koleksi cetak perpustakaan dialihkan ke bentuk digital, bukankah ruang perpustakaan akan menjadi luas karena hanya diisi dengan komputer dan perangkat digital lain untuk mengakses koleksi digital? Ya. Lalu area seluas itu akan diapakan? Apakah akan menarik minat kunjung pemustaka? Akankah memberikan manfaat yang lebih positif daripada perpustakaan konvensional?
Menilik pada tren kawula milenial yang gemar berselancar dan bersosial ria di media sosial tentunya konsep Bookless Libraries akan sangat potensial untuk diterapkan. Mengapa bisa demikian?. Terdapat beberapa alasan kuat yang menjawab pertanyaan tersebut di atas (paragraf 3). Adapun alasan-alasan atau jawaban dari pertanyaan tersebut di atas yaitu sebagai berikut.

Area seluas itu akan diapakan?
Area perpustakaan yang dulunya berupa deretan rak buku diganti dengan meja diskusi, meja kerja, dan area produktif dengan menyediakan seperangkat komputer dengan spesifikasi yang bagus. Selain itu, juga disediakan perangkat pendukung lain seperti speaker, microphone, dan kamera. Dengan tersedianya perlengkapan-perlengkapan tersebut, ruang perpustakaan tersebut akan sangat berpotensi untuk dijadikan area makerspace kawula milenial. Melalui perlengkapan-perlengkapan tersebut kawula milenial dapat membuat video, merekam suara, membuat seni grafis, dan lain sebagainya yang akan mendukung mereka untuk produktif dalam membuat karya digital. Terlebih dengan fasilitas wifi, pastinya mereka akan leluasa dalam mencari ide, membuat, dan menyebarluaskan karya digital mereka.

Apakah akan menarik minat kunjung pemustaka?
Salah satu tren kawula milenial adalah mencari spot foto yang unik menarik untuk dijadikan background kenarsisan mereka. Istilah trennya adalah instagramable. Bahkan kawula milenial rela bepergian berpuluh-puluh kilometer dengan mengorbankan waktu, bbiaya, dan tenaga hanya untuk dapat bersoto pada spot yang unik dan menarik tersebut. Dengan mengusung konsep Bookless Libraries dan menghias ruang perpustakaan sedemikian unik dan menariknya, tentunya ruang Bookless Libraries tersebut akan berpotensi untuk menjadi salah satu tujuan spot foto kawula milenial. Menurut Sitompul dalam idntimes.com Instagram bagi anak muda zaman sekarang merupakan sosial media paling penting. Banyak sekali anak muda yang sangat memperhatikan feeds instagramnya, foto apa yang harus di post di akun instagramnya supaya kelihatan bagus dan estetik (Sitompul, 2017).

Akankah memberikan manfaat yang lebih positif daripada perpustakaan konvensional?
Konsep makerspace yang diadukan dengan Bookless Libraries tersebut akan memberikan dampak yang lebih signifikan bila dibandingkan dengan perpustakaan konvensional. Dari segi efisiensi ruangan, perpustakaan konvensional hanya berfungsi untuk media penyimpanan koleksi saja, sedanngkan pada Booklees Libraries ruang perpustakaan tidak hanya sekedar tempat menyimpan, namun juga sekaligus tempat untuk membuat atau mengaplikasikan ilmu yang mereka dapat dari koleksi perpustakaan. Dari segi estimasi dana, perpustakaan konvensional akan selalu membutuhkan banyak dana untuk mengadakan pengembangan koleksi, penambahan rak, dan administrasi pengadaan. Sedangkan pada Bookless Libraries, perpustakaan dapat menambahkan koleksinya dari internet semaksimal mungkin. Koleksi tersebut bisa didapat dari referensi yang open access di internet. Dari segi  pengelolaan, perpustakaan konvensional membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menjaga agar koleksi tersebut tetap berada pada posisinya di rak. Sedangkan pada bookless libraries pengelolaan koleksi akan lebih mudah karena tidak perlu mengangkat dan memindahkannya, cukup membuka dan menutup file yang digunakan oleh pemustaka.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, benarlah apabila Bookless Libraries sangat potensial sebagai makerspace-nya kawula milenial. Apabila Bookless Libraries tersebut dapat diterapkan tentunya akan menarik kawula milenial untuk mengunjunginya.



References

Bookless library. (2019, Juli 13). Retrieved September 19, 2019, from Wikipedia: The Free Encyclopedia: https://en.wikipedia.org/wiki/Bookless_library
Sitompul, A. (2017, juni 23). 5 Alasan Kenapa Coffee Shop Jadi Tempat Nongkrong Favorit Millennials. Retrieved September 19, 2019, from idntimes.com: https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/agifthya-sitompul/coffee-shop-jadi-tempat-nongkrong-millennials-c1c2/full


0 komentar:

Posting Komentar