(sumber gambar: maxmanroe.com)
Pernah suatu ketika saya
mendapatkan tugas dari dosen saya untuk mengutarakan uneg-uneg saya soal
perpustakaan masa depan. Tugas ini adalah tugas individu, itu artinya teman
sekelas saya juga mendapatkan tugas yang sama. Gagasan kami diketik pada
selembar kertas A4, tidak boleh lebih.
Dengan line spacing 1,5 pt tentunya hanya akan mengasilkan beberapa paragraph
saja, tidak lebih dari 5 paragraf idealnya.
Awalnya saya sempat kebingungan,
perpustakaan seperti apa yang akan muncul di masa depan. Batin saya, boro-boro
mikir masa depan perpustakaan, masa depan saya dengan orang yang saya taksir
aja belum kepikiran, haha. Tapi ya namanya tugas mau gimana lagi, tetep harus
dikerjakan.
Karena masih bingung soal konsep
“perpustakaan masa depan” kemudian saya buka sosmed, sedekar cek story, cek
postingan, like sana like sini. Yang terlintas di benak saya sewaktu saya
“bermain” dengan sosial media adalah informasi. “kalau saya sendiri saja sehari
ada 10 postingan, 3 postingan di story wa, 2 postingan di story ig, 3 postingan
di story fb, 2 postingan di twitter, itu pun kadang bisa lebih, itupun baru
saya seorang, itupun baru sehari, atau bahkan baru beberapa jam, bagaimana
dengan orang di seluruh dunia. Akan berapa banyak informasi yang tersebar di
media sosial tersebut. Dan yang saya pikirkan lagi adalah “informasi”, "bukan
kah perpustakaan juga mengelola informasi?”.
Dari situlah ide saya untuk menuliskan konsep “perpustakaan masa
depan” untuk memenuhi tugas kuliah saya tadi.
Judul yang saya berikan untuk
tulisan tersebut adalah “Library in Life”. Kemedian konsep yang saya gambarkan
di sana adalah dimana setiap saat kita berhadapan dengan informasi, terutama
informasi yang tidak terstruktur dari postingan-postingan sosmed tadi. Dan saat
data yang tidak terstruktur tersebut kita manfaatkan maka taraaa, jadilah
perpustakaan yang terintegrasi dalam kehidupan kita. Ibarat media sosial adalah perpustakaannya,
kita adalah pemustaka sekaligus pustakawannya, dan bahan pustakanya adalah
postingan itu tadi.
Terdengar aneh memang. Entah dosen saya sepakat dengan tulisan saya apa tidak, hehe. Saya pun
juga pernah membuat karya tulis ilmiah
dengan teman pemanfaatan media sosial untuk memenuhi lima tugas pokok perpustakaan,
pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi, dan yaa saya di
debat oleh juri dan di sangkal “Mas, media sosial itu kan tidak ilmiah, mana
mungkin bisa media sosial untuk memenuhi tugas pokok perpustakaan?!!”. “media
sosial pada dasarnya adalah media komunikasi Bu, dan di dalam komunikasi itu
sendiri apapun bisa kita masukkan, mau ajakan, larangan, bahkan informasi pun
jg bisa dimuat di media sosial. Dan melihat pangsa pasarnya yang beragam
tentunya akan memperluas layanan dari perpustakaan itu sendiri” kurang lebih
itulah jawaban yang saya berikan.
Yaah, namanya juga “andaikan”.
Entah benar apa tidak waktulah yang akan menjawab. Sama halnya saat orang
beranggapan bahwa besi tidak bisa terbang ataupun terapung di air nyatanya
sekarang kemustahilan itu nyata adanya.
0 komentar:
Posting Komentar